GANDRUNG "TARIAN JIWA YANG MENARI"

Pandangan Hidup : Setiap akan menampilkan tari GANDRUNG harus menyiapkan "Peras(sesajen)" di setiap sudut panggung ruang rias.Agar si penari tersebut bisa bebas menarinya,dan disini penarinya di iringi oleh alat-alat musik khas banyuwangi

Tanggung Jawab : Tidak ada manusia yang bertanggung jawab menganggap GANDRUNG itu buruk,hingga gandrung kurang diminati.Tetapi pemerintah setetmpat menyediakan temoat untuk siapapun yang mau menari GANDRUNG,yaitu di SMK1.Dimasa sekarang banyak dari kita(terutama kaum muda) yang tidak bisa mempertanggung jawabkan kelestarian budaya di indonesia,yang pada akhirnya ada dari beberapa dari budaya kita di ambil hak kepemelikannya oleh negara lain(reok ponorogo,tari pendet,dsb)

Harapan : Dilihat dari ceritannya,si MESTI(penari gandrung)menginginkan tarian GANDRUNG ini dilihat oleh masyarakat luas dan dapat bisa membudidayakan hingga anak cucu keturunan nanti.Dan mesti berharap bahwa tarian GANDRUNG ini tidak di pandang sebagai tontonan yang "VULGAR"melainkan untuk melestarikan tarian tersebut

Keindahan: dari sudut intrinsik : Merupakan tarian pergaulan
dari sudut ekstrinsik: Gerakannya dan keunikan pakainnya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Karta dan penderitaan manusia rantai di ombilin di zaman colonial Belanda

Batu bara di Sawahlunto terpendam jauh di bawah tanah. Dahulu, pada awal penambangan dibuat terowongan besar di kaki bukit untuk pekerja dan lori pembawa batu bara keluar-masuk.Di bagian dalam terowongan, penggalian bersimpang siur kiri-kanan dan atas-bawah. Supaya tidak runtuh, terowongan itu disangga dengan balok kayu. Ada kalanya terowongan itu runtuh juga hingga ada pekerja yang mati karena terkurung atau tertimbun reruntuhan. Bekerja di tambang itu sangat berat dan berbahaya, tapi gajinya sangat kecil. Akibatnya penduduk sekitarnya tidak mau bekerja di sana. Mana yang bekerja dalam waktu sehari dua hari mereka sudah lari.Supaya pekerja tambang itu tidak bisa lari lagi, diambillah orang dari pulau seberang dengan paksa. Pada umumnya, mereka itu berasal dari Pulau Jawa.

Sekitar 20 tahun kemudian kerja paksa itu diganti dengan cara kerja kontrakan, yaitu pekerja itu membuat perjanjian bekerja selama beberapa tahun.Siapa yang minggat sebelum kontraknya habis dikenakan hukuman penjara. Pada masa penjajahan Belanda pekerja tambang itu disebut kuli kontrak.

Di samping kuli kontrak, tambang itu menggunakan pula orang yang hukuman penjara lebih dari 10 tahun. Mereka dihukum karena merampok atau membunuh. Semuanya berasal dari pulau lain. Supaya tidak melarikan diri, kaki mereka diikat dengan rantai. Mereka itu disebut orang rantai.Entah bagaimana caranya ada juga orang rantai itu yang dapat meloloskan diri. Maka gemparlah seluruh penduduk oleh ketakutan. Ketakutan karena diceritakan bahwa orang rantai itu adalah orang jahat yang suka mengamuk.

Banyak ibu-ibu menakut-nakuti anaknya yang nakal dengan mengatakan, “Naik ke rumah. Ada orang rantai kabur”. Hampir semua orang rantai yang lari itu tertangkap lagi karena tidak tahu mau pergi ke mana setelah dapat lari. Salah seorang yang tidak pernah dapat ditangkap adalah Karta.

Karta

Karta berasal dari Banten. Dia dihukum seumur hidup karena tuduhan membunuh tentara. Sebenarnya dia adalah seorang santri muda yang punya ilmu kedukunan berbagai penyakit. Maka dia sangat terkenal sebagai orang sakti.Pada akhir abad ke-19, seluruh daerah Banten tidak aman. Di mana-mana rakyat menentang Belanda. Karta dicurigai sebagai penghasut rakyat melawan pemerintah.Pada waktu tentara menangkap Karta, terjadilah perkelahian ramai antara tentara dan rakyat. Banyak orang yang mati. Seorang tentara terbunuh. Karta ditangkap dan dipenjarakan seumur hidup. Lalu diangkut ke Sawahlunto. Kedua kakinya dirantai supaya tidak melarikan diri.

Setiap pagi, kuli kontrak dengan orang rantai digiring ke dalam terowongan untuk menambang batu bara. Sore mereka digiring kembali ke tempat masing-masing. Kuli kontrak ke barak, orang rantai ke penjara.Setiap rombongan dikawal oleh mandor yang umumnya berkumis panjang dan bercemeti di tangannya. Mereka itu orang yang bengis. Mandor untuk orang rantai juga membawa senjata api. Cemeti mereka mudah saja hinggap pada punggung orang-orang yang malas bekerja.

Semua pekerja tambang ingin melarikan diri agar bebas dari bekerja berat dan siksaan camnbuk atau makian kasar. Demikian pula dengan Karta. Dia selalu berpikir dan mencari kesempatan untuk lari. Siasat atau cara berpikir dan mencari kesempatan untuk lari.Siasat atau cara yang dilakukannya ialah dengan berlaku baik, patuh dan rajin. Maksudnya supaya para pengawal mempercayainya dan tidak banyak lagi mengawasinya.

Beruntung pula Karta punya ilmu kedukunan. Banyaklah orang rantai atau kuli kontrak yang sakit dapat disembuhkannya. Kemanjuran pengobatannya terkenal sampai ke luar daerah tambang. Lebih-lebih ketika ia berhasil menyembuhkan patah kaki seorang pimpinan penjara karena jatuh di lereng bukit. Sejak itu dia banyak mendapat keleluasaan bergerak. Pada suatu subuh, seperti tiba-tiba petugas penjara tidak menemuinya lagi. Berita orang rantai lari segera saja menggemparkan penduduk sekitar Sawahlunto.

Karta Lari dari tambang

Berita itu cepat tersebar ke seluruh Minangkabau. Polisi dan tentara dikerahkan mencari Karta, tapi tidak berhasil. Konon Karta sempat menghirup udara kemerdekaan Republik Indonesia beberapa tahun lamanya.

Begini kisahnya dari mulut ke mulut penduduk Sawahlunto tentang pelarian Karta itu. Ibarat dongeng yang tak kunjung dari ingatan orang-orang tua di masa itu. Berminggu-minggu lamanya, Karta bersembunyi di hutan perbukitan sekitar Sawahlunto.Menurut dongeng itu, pada malam ke-40 muncullah seorang tua berjubah serba putih, berjenggot panjang sampai ke lutut. Dia mengaku sebagai nenek moyang Karta yang sengaja datang dari Banten untuk membuka rantai pada kaki cucunya. “Orang biadab yang merantai manusia seperi anjing”, katanya. Setelah itu raiblah dia sambil membawa Karta entah ke mana.

Kisah yang sebenarnya

Setelah itu Karta lolos dari penjara dia menghilir Batang Ombilin. Ketika tiba pada anak sungai kelima, ia mudiki anak sungai itu. Pada hari ketiga, sampailah Karta ke sebuah pondok yang letaknya di tepi sungai. Di sana ada seorang laki-laki tua dengan seorang anak gadis yang usianya menjelang remaja. Laki-laki itu Kakek Pado dipanggil orang. Anak gadis itu bernama Upik. Tampaknya Upik sakit. Badannya panas. Dua hari yang lalu dia disengat kalajengking ketika baru saja sampai di pondok itu mengantarkan makanan untuk kakeknya.

Demi melihat Karta yang kumal dan kakinya berantai, kedua penghuni pondok itu bukan kepalang takutnya. “Jangan takut. Aku bukan orang jahat”, kata Karta dengan wajah yang tersenyum ramah. Demi melihat Upik sakit, Karta langsung mendekat. Dipegangnya ubun-ubun kepala Upik. Dibacanya mantera.Selanjutnya ditekannya bekas sengatan kalajengking pada kaki Upik yang telah sembab. Dibacanya lagi mantera. Setelah itu, disemburnya dengan ludahnya. Air ludah itu dibarut-barutnya sambil terus membaca mantera. Beberapa saat kemudian, Upik merasa sakitnya hilang.

Berita tentang orang rantai pandai mendukun cepat tersebar. Banyaklah orang datang minta diobati. Dalam pada itu, rantai di kaki Karta telah dibuka orang. Berita itu sampai juga ke polisi di Sawahlunto. Akan tetapi, setiap polisi datang, Karta disembunyikan penduduk. Semua orang sayang padanya karena selain pandai mendukun, Karta pun pandai mengaji. Katanya selalu kepada orang-orang yang datang berguru atau berobat kepadanya, “Kalau kita berbuat baik, Tuhan akan membalasnya dengan kebaikan. Balasan Tuhan itu baru kita ketahui ketika kita menghadapi kesulitan, Tuhan datang menolong kita.

Kepada yang lain Karta mengatakan, “Perbuatan baik akan lebih berfaedah kalau kita punya ilmu. Kebaikan tanpa ilmu, ibarat nasi tanpa gulai”.

Sejak itu, penduduk tidak lagi percaya bahwa semua orang rantai di Sawahlunto adalah orang jahat. Yang tidak jahat itu pastilah karena salah tangkap oleh fitnah. Entah karena kebetulan kemudian cara merantai orang hukuman yang bekerja di tambang dihapuskan.

Sumber http://www.indosiar.com/v2/culture/culture_arsip.htm?tp=legenda

Pandangan dari Ilmu Budaya Dasar:

Dari cerita dia atas, cerita tersebut termasuk dalam salah satu pelajaran yang di bahas dalam ilmu Budaya Dasar yaitu penderitaan. Karta dan manusia rantai berusaha untuk lari dari penjara yang yang berada di penjara. Mereka berjuang melawan penderitaan. Mereka dipaksa untuk bekerja secara paksa untuk menyelesaikan terowongan.

Mereka juga berusaha untuk memenuhi tangggung jawab sebagai kepala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan keluarga

Pandangan dari Psikologi :

Dari cerita di atas dilihat dari sudut pandang psikologinya adalah tidak selamanya orang yang lari atau keluar dari penjara adalah orang yang jahat. Karena belum tentu orang yang di penjara di tangkap karena kesalahan sendiri atau di fitnah oleh orang lain yang tidak suka pada mereka

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Tari Pendet

Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.

Tari yang tercipta awal tahun 70-an oleh seniman I Nyoman Kaler ini, menggambarkan penyambutan atas turunnya Dewa-Dewi ke alam Marcapada. Tarian ini merupakan sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti tarian-tarian pertunjukan yang memerlukan pelatihan intensif, tarian ini diajarkan sekadar mengikuti gerakan. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para perempuan yang lebih senior.

Tari Pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura. Biasanya penari menghadap ke arah suci (pelinggih) mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya. Selain tari Pendet, di Bali ada beberapa jenis tari-tarian yang dibawakan para gadis atau perempuan dewasa untuk kelengkapan pelaksanaan kegiatan ritual atau upacara keagamaan.

Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi ‘ucapan selamat datang‘™. Taburan bunga disebarkan di hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Meski demikian, tarian ini tetap mengandung muatan-muatan sakral dan religius.

Sebagaimana Pendet, tarian ini sifatnya feminin, karena menuntut gerakan-gerakan yang lemah gemulai seperti tarian Sanghyang Dedari, tari Rejang, Sutri dan tari Gabor. Tarian-tarian Bali yang dipentaskan untuk keperluan upacara keagamaan disebut tarian wali, sedang pementasan di luar pura disebut Balih-balihan.

Pandangan segi keindahan : Dari segi keindahan gerakan yang lemah gemulai.Tapi banyak orang yang berpendapat bahwa tari pendet termasuk tarian yang porno aksi.Karena dilihat dari gerakan yang lemah gemulai dan kostum yang di pakai saat menari/mempertunjukan aksinya.

Dari segi psikologi : Dilihat dari segi psikologi adalah tidak selamanya tari pendet merupakan tarian yang porno aksi,tergantung dari cara orang menilai tarian tersebut.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS